Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pro Kontra Kebijakan Umrah Mandiri

Senin, 27 Oktober 2025 | Oktober 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-27T08:30:30Z


Pemerintah Indonesia secara resmi melegalkan praktik Umrah Mandiri melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Kebijakan yang ditetapkan untuk menyesuaikan diri dengan reformasi visa yang diterapkan Arab Saudi ini, sontak menimbulkan kegaduhan. Meskipun dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum dan fleksibilitas bagi jemaah, aturan baru ini ditolak keras oleh asosiasi travel, yang khawatir akan matinya ekosistem bisnis lokal dan potensi kerugian bagi jemaah.


Penolakan Keras Asosiasi: Ancaman Ekonomi dan Risiko Jemaah


Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (AMPHURI) menjadi garda terdepan penolakan. Sekretaris Jenderal AMPHURI, Zaki Zakariya, menyatakan kebijakan ini menimbulkan "kegelisahan mendalam" dan dikhawatirkan memicu kematian ekosistem usaha penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU).

Kekhawatiran utama AMPHURI adalah dampak ekonomi yang meluas. Mereka mencatat bahwa sektor umrah menopang jutaan lapangan kerja—mulai dari tour leader, pemandu ibadah, hingga bisnis katering dan penginapan lokal. Legalitas umrah mandiri dikhawatirkan akan menggeser bisnis ini ke platform global berorientasi profit semata, mengubah nilai spiritual umrah menjadi transaksi komersial. Jika skenario ini terwujud tanpa pembatasan, Zaki memprediksi ribuan PPIU akan gulung tikar dan jutaan karyawan akan kehilangan pekerjaan.

Selain ancaman bisnis, AMPHURI juga menyoroti risiko perlindungan jemaah. Jemaah umrah mandiri berpotensi tidak mendapatkan pembinaan manasik, bimbingan fikih, dan perlindungan hukum yang memadai di Tanah Suci. Risiko terburuk adalah tidak adanya pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum jika terjadi kegagalan pemberangkatan, keterlambatan visa, atau pelanggaran regulasi Arab Saudi yang tidak dipahami jemaah.


Pemerintah dan DPR: Fokus pada Kepastian Hukum dan Adaptasi Regulasi Saudi


Di sisi lain, pembuat kebijakan berargumen bahwa legalisasi ini adalah langkah yang tak terhindarkan dan murni soal perlindungan hukum.

Kementerian Haji dan Umrah menjelaskan bahwa praktik umrah mandiri sejatinya telah berlangsung beberapa tahun terakhir setelah Arab Saudi membuka akses visa individu. Juru bicara Kementerian, Ichsan Marsha, menegaskan UU ini hadir untuk memberi payung hukum dan memastikan jemaah mandiri terlayani dan terlindungi, bukan tanpa pengawasan.

Senada dengan itu, Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan bahwa kebijakan ini adalah bentuk adaptasi regulasi Kerajaan Arab Saudi. Karena jemaah Indonesia tetap melakukan umrah mandiri meski UU lama tidak mengaturnya, pemerintah perlu memasukkan regulasi ini demi tujuan tunggal: perlindungan.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR, Ashari Tambunan, meminta pengusaha travel untuk tidak panik. Menurutnya, pelegalan umrah mandiri tidak bertujuan mematikan usaha, melainkan memberi pilihan yang lebih beragam bagi masyarakat. Ashari mendorong pengusaha untuk bertransformasi: bukan lagi sekadar menjual paket, melainkan meningkatkan nilai layanan profesional seperti manasik, akomodasi, dan jaminan keamanan.

Ia juga menyoroti perlunya reformasi tata kelola umrah di Indonesia, mendesak adanya pengawasan terpadu untuk mengatasi masalah klasik seperti praktik 'jual murah, berangkat tidak pasti' dan lemahnya perlindungan jemaah yang gagal berangkat.


Poin Kunci Umrah Mandiri dalam UU 14/2025

Umrah mandiri, yang termaktub dalam Pasal 86 ayat (1) UU terbaru, membuka jalan bagi jemaah untuk mengatur sendiri seluruh proses perjalanan. Namun, Pasal 87A mensyaratkan jemaah mandiri wajib memenuhi lima poin kunci untuk menjamin keamanan dan legalitas, yaitu:

  1. Beragama Islam

  2. Memiliki paspor (berlaku min. 6 bulan).

  3. Memiliki tiket pesawat (pulang-pergi jelas).

  4. Memiliki surat keterangan sehat.

  5. Memiliki visa dan bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan melalui Sistem Informasi Kementerian.

Tindak lanjut kebijakan ini sangat bergantung pada Peraturan Pelaksana yang diminta DPR agar segera diterbitkan Kementerian, guna menjadi rujukan detail bagi masyarakat dan pengusaha travel.

×
Berita Terbaru Update